Sunday, August 9, 2015

Desa Jujun Keliling Danau



Ada suatu kepercayaan yang
tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat Jujun keliling
Danau. Bila tidak mengelar cara
kenduri pusako. Akan datang dan
terdengar ringkihan kuda aneh senja
hari mengitari negeri.
Mati dikandung tanah. Hidup
dikandung adat. Itulah pepatah dan
petitih adat lamo pusako usang. Yang
senantiasa terpelihara ditengah
kehidupan masyarakat Kerinci.
Fenomena adat, yang selalu diterpa
globalisasi dan informasi. Namun adat
yang dinamis senantiasa menyesuaikan
diri dengan perkembangan zaman.
Acara kenduri adat, memang terkesan
sakral, hingga bila kegiatan kenduri
adat tidak digelar, Menurut
kepercayaan hidup dan berkembang
dalam masyarakat orang gaib marah
dan murka.
Desa Jujun, yang mengelar kenduri
adat. Untuk mengetahui keberadaan
negeri Jujun, Yang terletak di pingiran
Danau Kerinci. Jujun. Berasal dari
Kata.Jun-Jun. Yang artinya,
terjun.Karena dari kawasan Desa
sekitar. Terutama dari Muak,Keluru,
Tanjung Batu. Mereka harus terjun.
Artinya, mereka harus turun untuk
mencapainya. Karena Kawasan ini
rendah atau Rendah.
Bicara batas wilayah. Dalam Kerapatan
Adat Jujun. Daulat Sigindo Kumbang.
Mudik dibawah Batu Luncong. Diateh
kayu Aho Kepat. Ile dibateh Aur Cino
Balahek, Muak. Diateh Talang Pandan.
Kedembak ombak dan bedebu, ayik
Danau Kerinci. Kedahet pantak Meh
(Emas) Renah Sejanit babateh dengan
bengkulu.
Menurut keterangan beberapa orang
Depati. Terdiri dari delapan orang
pemegang waris. Masing-masing
Depati Sakti, Abdul Majid. Depati Jayo,
Syamsi. Depati jujun, Hasmik. Depati
Menco, Aziz. Depati Mentan, Nasution.
Depati Kujo, Alifiah. Depati Iman,
Mahdi. Depati Terajo, Samsu. Serta
pemegang waris kalbu Depati Terajo,
Supratman serta Safri Pemangku adat.
Mereka semua mengakui, kisah Jujun
bermula dari kisah tiga orang penerima
jawatan waris Depati. Yakni, Depati
Jujun dengan kembarkan, Ninek
mamak Rajo Batuah. Depati Sakti,
dengan gelar Rajo Mahkoto Alam.
Depati Jayo dengan kembarkannya,
Ninek mamak Imam pati.
Dalam beberapa tahun pemerintahan
adat. Kemudian datang beberapa
pendatang dengan membawa gelar
kebesaran. Yakni, Depati Menco,
keturunan ninek Sigindo Bujang.dengan
ninek mamak Rajo Mudo. Kemudian
datang lagi Depati Mentan dari
Kubang. Ninek mamak Rajo Pati.
Kemudian tahun 1977. Karena
Kenduri Sko memotong sapi. Harusnya
kerbau. Hingga menurut kepercayaan
membuat masyarakat mengalami sakit.
Hasri Nawi, Tokoh adat Jujun
mengakui hal itu. “ Waktu itu banyak
masyarakat mengalami sakit, karena
adanya pemotongan sapi, yang
harusnya kerbau” Kata Hasri Nawi.

0 komentar:

Post a Comment